Merayakan Patah Hati, Tak Harus Ditangisi: Sebuah Tulisan Mengenang Lord Didi Kempot
21.57.00
Dunia musisi Indonesia sedang
berduka (lagi). Belum juga airmata kering ditinggal oleh Glenn Fredly di bulan
April lalu, kini Indonesia harus kehilangan sosok maestro legendaris, salah
satu musisi terbaik yang dipunya bangsa ini. Adalah Dionisius Prasetyo, atau lebih akrab disapa dengan Didi Kempot.
Saya yang ketika mendengar berita
itu sedang mengurus pekerjaan, serasa tidak percaya. Langsung saya cek linimasa
twitter yang ternyata sudah penuh
dengan ucapan dukacita dari berbagai kalangan. Seketika saya menangis saat itu
juga, hingga butuh waktu seharian untuk menenangkan diri. Saya patah hati, yang
kali ini patah hatinya tak bisa dijogeti
maupun dikendhangi.
Katakanlah saya terlalu
berlebihan. Tapi siapa yang tidak sedih hatinya tatkala ditinggal oleh seorang
idola sedari kecil, dimana karya-karyanya
menemani diri ini bertumbuh dan memeluk diri di segala fase dan situasi?
Ya. Jauh sebelum Pakdhe Didi menjadi
tenar kembali seperti sekarang ini (bahkan
sebelum ada istilah sadboys/sadgirls/sobat ambyar), telinga saya sudah
cukup akrab dengan lagu-lagu dari Pakdhe Didi. Entah tepatnya kapan dan siapa
yang memperkenalkan lagu-lagunya Pakdhe pada saya, lagu yang saya kenal pertamakali
kalau tidak salah adalah Cucak Rowo. Meski
saat kecil dulu saya tidak terlalu mengerti artinya, tapi semangat sekali kalau
nyanyi lagu ini hahaha. Apalagi jika
ada orang-orang di radio maupun penjual VCD di pinggir jalan yang sedang
menyetel lagunya. Saya diam-diam ikutan menyanyi
juga hihihi.
Tumbuh menjadi remaja tanggung di
tengah gempuran lagu-lagu yang lebih modern, tak juga menghilangkan kecintaan
saya terhadap lagu-lagu campursari dari Pakdhe Didi. Sewu Kutho, menjadi lagu favorit saya kala remaja (bahkan hingga sekarang menjadi salah satu
lagu wajib saya). Bahkan, lagu ini menjadi salah satu lagu yang membantu
saya belajar gitar kala itu. Pernah sampai nyaris mbrebes gegara teringat seseorang hahaha. Sedih banget ternyata kalau liriknya dihayati mah.
Tak ada rasa malu atau canggung pada
diri saya untuk mengakui bahwa saya menyukai lagu-lagu campursari, dangdut, maupun
koplo jawa sejak saya mengenalnya untuk yang pertamakali. Entah mengapa liriknya terasa jujur, lebih menyentuh, dekat dengan keseharian, dan nyeseknya lebih terasa, meski dengan lirik dan diksi yang sederhana.
Hebatnya, Pakdhe Didi pun termasuk satu dari pencipta lagu campursari dengan
lirik-lirik lagu yang sederhana tapi nampol
banget-bangetan nyeseknya ini.
Saya sungguh mengagumi bagaimana cara
Pakdhe Didi mengemas tempat-tempat menjadi inspirasi lagu yang apik dan memberikan
kenangan. Mulai dari Stasiun
Balapan, Terminal Tirtonadi, Pelabuhan Tanjung Mas, Pantai Klayar,
Parangtritis, Terminal Kertonegoro, dan berbagai tempat lainnya. Saya yang
sebagian besar belum pernah ke tempat-tempat yang menjadi latar lagu Pakdhe,
serasa dibawa ke sana. Merasakan bagaimana rasanya menunggu cinta, melepas
kepergian orang yang disayang, mengikat janji, hingga patah hati di tempat
tersebut. Perasaan itu terasa nyata.
Lagu-lagu dengan lirik yang
sederhana ini pun digandrungi oleh berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak,
remaja, orang dewasa, hingga orang tua. Mulai dari para pejabat hingga kuli
bangunan, pedagang asongan, dan tukang becak pangkalan. Lagu yang begitu
merangkul, menjadi pelipur lara dan tombo
kangen. Benar-benar musisi yang... hebat.
Tak terkecuali pada diri saya
sendiri. Lagu-lagu dari Pakdhe Didi hampir setiap hari menjadi teman saya. Menjadi
obat di kala patah hati, menjadi penguat dikala merindukan seseorang, menjadi
pengingat untuk tetap mencintai budaya dan bahasa jawa. Gegara lagu-lagu dari Pakdhe inilah saya jadi sangat mensyukuri
bisa berbahasa jawa hingga bisa menikmati dan menghayati lagu-lagu dari Pakdhe.
Lewat lagu-lagu dari Pakdhe, saya
jadi belajar bahwa tak selamanya patah
hari harus dilewati dengan tangis. “Patah
hati wi ra perlu ditangisi. Yen iso yo dijogeti.” Kata-kata dari Pakdhe
yang membuat saya lebih menikmati fase-fase patah hati sambil mendengarkan
lagu-lagu andalan saya dari Pakdhe seperti Banyu
Langit, Pantai Klayar, Suket Teki, Pamer Bojo, dan masih banyak lagu dari Pakdhe
yang menjadi soundtrack di setiap
fase patah hati saya. Bahkan sesekali saya berjoget,
berdansa menikmati irama sambil tetap mbrabak mili. Ehe. Menikmati patah hati dengan cara yang elegan~
Terlepas dari lagu-lagunya yang
memang enak-enak semua dan worth it untuk
didengarkan, pribadinya yang sungguh sederhana
dan njowo banget ini yang membuat kekaguman saya
bertambah. Tak pernah ambil pusing dengan orang-orang yang mencoba mendaur ulang
lagu-lagunya demi kepentingan komersil, bahkan ada beberapa yang dibantu oleh
beliau seperti Arda (penyanyi cilik yang
menyanyikan salah satu lagu beliau, Tatu).
Hal lainnya yang membuat saya
kagum yaitu beliau tetap konsisten memilih menggandrungi aliran campursari
disaat banyak aliran-aliran musik yang jauh lebih modern. Benar-benar mencerminkan seniman sejati.
Menonton konsernya secara
langsung adalah satu dari mimpi besar saya yang ingin saya realisasikan, meski
hanya sekali saja seumur hidup. Namun sayangnya, belum saja mimpi itu saya wujudkan,
Pakdhe sudah dipundhut oleh Sang Maha
Pemberi Hidup. Disaat beliau ada di puncak popularitasnya, disaat banyak orang
yang mencintai karya-karya dan pribadinya. Disaat para pemuda-pemudi tak lagi
malu-malu untuk menunjukkan kepatah-hatiannya.
Sugeng tindak, Pakdhe Didi. Terima kasih atas segala karya-karya
yang telah tercipta dan menjadi teman dalam suka maupun duka. Merangkul dalam nestapa,
membasuh luka dalam dada. Karya-karyamu selalu abadi dalam hati. Kini, hingga
nanti. Tak akan pernah terganti.
Tetiba Bapak japri saya seperti ini. Kata-kata yang diambil dari judul lagu-lagunya Pakdhe Didi. Entah siapa yang membuat ini (Bapak juga dapat forward-an, soalnya), tetapi saya ucapkan terima kasih. Bagus banget :')
Yang sedang ambyar,
Andhira A. Mudzalifa
2 comments
Ambyar se-ambyar-ambyarnya karena Kepergian beliau :'(
BalasHapusBanget, Mbaak. Rasane kelangan tenan :'(((
HapusTerima kasih telah meninggalkan komentar di blog ini dengan bahasa yang santun, tidak spam, dan tidak mengandung SARA.
Jangan sungkan untuk meninggalkan komentar di blog ini, ya! Saya senang sekali jika teman-teman meninggalkan komentar di tulisan saya ^_^
Mari menyambung silaturahmi dan berkawan :) (saya anaknya nggak nggigit, kok :D)