15: Suasana Ramadan di Tengah Pandemi
07.06.00
Hampir dua
bulan sudah pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Harapan semoga Ramadan ini pandeminya bisa
mereda, ternyata malah semakin hari semakin bertambah kasusnya. Mau tidak mau, terima
atau tidak terima, Ramadan harus tetap dijalani, meski berjuang di
tengah-tengah pandemi.
Tentunya seperti
yang sudah kita ketahui (dan rasakan), suasana Ramadan tahun ini sangat berbeda
dengan tahun-tahun yang lalu. Antusiasme dan rasa senang yang meluap, mendadak
ambyar tidak karuan. Semangat yang menggebu-gebu ketika Ramadan tiba,
digantikan dengan kecemasan dan pertanyaan tentang “Kapan wabah ini berakhir?”
Perbedaan yang
sangat jelas terasa di Ramadan tahun ini adalah tidak adanya salat tarawih di mushola/masjid. Imbauan pemerintah untuk menerapkan physical distancing ini pun berdampak ketika salat berjamaah. Shaf dibuat renggang, tidak ada salaman
setelah salat berjamaah, harus membawa sajadah sendiri, dan memakai masker
ketika salat. Menyiksa sih sebenarnya.
Tapi ya mau bagaimana lagi? Sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan untuk
memutus rantai penyebaran COVID-19. Huhu.
Hal kedua
yang berbeda adalah tidak adanya pasar
ramadan dan pasar takjil. Biasanya, di kota saya ada satu tempat yang
mendadak jadi pasar takjil ketika bulan Ramadan. Adalah daerah Jalan Ahmad Yani,
di depan SMP saya. Jika Ramadan tiba, tempat ini sangat ramai oleh penjual yang
menawarkan berbagai macam panganan dan takjil yang dijual dengan harga murah
meriah. Tapi karena adanya COVID-19 ini, pemerintah dengan tegas melarang
adanya pasar takjil.
Asli. Saya
sempat mbrebes ketika hari pertama
Ramadan tidak sengaja lewat di depan lokasi yang biasanya diadakan pasar
Ramadan. Sepi sekali, tidak ada penjual. Hanya ada kendaraan yang berlalu
lalang.
Lokasi Pasar Ramadan yang selalu diadakan setiap tahun, untuk tahun ini ditiadakan :')
Selanjutnya
yang terasa menjadi pembeda dengan Ramadan sebelumnya adalah tidak ada orang yang berbagi makanan
berbuka. Tidak ada lagi
orang-orang yang berbagi makanan berbuka secara bebas di perempatan jalan
karena pemerintah melarang dengan tegas. Mungkin ada beberapa yang masih
membagikan, tetapi berkurang secara drastis dan tidak bisa bebas. Semua dialihkan
dengan pembagian sembako/kebutuhan pokok bagi yang terdampak pandemi karena
lebih terasa langsung manfaatnya.
Adanya larangan mudik juga menjadikan Ramadan
tahun ini terasa berbeda sekali. Biasanya jika sudah pada mudik, teman-teman
yang bekerja di luar kota sudah antusias dan saling diskusi merencanakan buka
bersama. Namun karena adanya pandemi dan dilarang mudik, buka bersama ini ditiadakan. Yaaa, sedih sih. Tapi mau bagaimana lagi huhu~
Imbauan larangan mudik yang dipasang oleh pemerintah
Terlepas
dari banyaknya hal-hal yang membuat sedih menjalani Ramadan tahun ini, tentunya
tetap ada hikmah yang dipetik di Ramadan kali ini. Meskipun memang Ramadan kali
ini terasa lebih sepi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tapi entah
mengapa lebih terasa damai. Lebih fokus
untuk ibadah karena menghabiskan waktu lebih banyak di rumah dibandingkan
di luar.
Ramadan ini
juga mengajarkan untuk hidup prihatin. Tidak
hidup berfoya-foya menghabiskan uang untuk buber
ke sana kemari yang seringnya menguras kantong. Lebih memilih untuk memasak
sendiri dan belajar memprioritaskan uang dengan bijak.
Waktu dengan keluarga terasa
lebih banyak. Tidak disibukkan dengan agenda buka bersama di mana-mana.
Justru mempererat bonding dengan
keluarga di rumah. Mencari banyak kegiatan dan aktivitas yang melibatkan
anggota keluarga seperti ngobrol bareng,
memasak bareng, dan tentunya buka bersama.
-------------------------------------------------
Mari kita
perbanyak doa di Ramadan kali ini semoga pandemi segera berakhir. Belajar untuk
selalu bersyukur, bersabar, dan ikhlas meski suasana Ramadan tahun ini terasa
berbeda sekali. Tetap jaga kesehatan, tetap jaga diri baik-baik di manapun
berada. Tetap semangat menjalankan ibadah puasa hingga akhir, teman-teman!
---------------------------------------------------
Ditulis guna memenuhi tantangan dari Blogger
Perempuan Network,
Love,
Andhira
A. Mudzalifa
0 comments
Terima kasih telah meninggalkan komentar di blog ini dengan bahasa yang santun, tidak spam, dan tidak mengandung SARA.
Jangan sungkan untuk meninggalkan komentar di blog ini, ya! Saya senang sekali jika teman-teman meninggalkan komentar di tulisan saya ^_^
Mari menyambung silaturahmi dan berkawan :) (saya anaknya nggak nggigit, kok :D)