#CatatanDuaEmpat: Kapan Kamu Nikah?
02.02.00
Bulan Agustus, bulan-bulan dimana undangan pernikahan datang
silih berganti. Ya sebenarnya enggak silih berganti juga, sih. Terhitung masih ada tiga undangan di bulan ini, tapi itu udah masuk rekor banget bagi saya heuheuehu.
Alhamdulillah yah, disyukuri aja masih ada yang mau ngundang saya di
pernikahannya wqwqwq~
Tentunya, kata-kata “Kapan nyusul, nih?” sudah kenyang saya
dapat saat menghadiri pernikahan siapapun. Dari yang awalnya baper, hingga pada
akhirnya hanya bisa tersenyum dan menjawab, “Biar Tuhan yang mainkan
skenarioNya.”
Di usia yang kata banyak orang sudah cukup ideal untuk
menapaki fase pernikahan, saya justru berpikir sebaliknya. Bahwa masa-masa
inilah, masa dimana saya semakin fokus terhadap diri sendiri, fokus terhadap
apa-apa yang saya kerjakan sekarang. Masa dimana saya justru semakin woles akan percintaan, bahkan pernikahan. Bahkan ngerasa bodo amat dikatain jomlo
ngenes hahahaha.
Saya menangkap kekhawatiran dari orang-orang kesayangan yang ada di sekitar
saya, karena saya terlihat selow-selow aja perkara jodoh. Gak sedikit orang
yang menawarkan pada saya buat dijodohin sama si A, si B, si C, karena tidak
tega melihat saya tidak terlihat dekat dengan lelaki manapun. Saya bilang
gapapa, santai aja, woles woleeesss.
Saya bilang woles bukan berarti saya tidak pernah memikirkan
tentang menikah dan segala tetek bengek di dalamnya, loh. Justru saya sudah
pernah melewati fase galau-galau kapan nikah dan kapan nyusul, jadinya kalau
ada yang ngomongin nikah, saya enggak gupuh maupun tersungging kebawa perasaan
heuheuheu.
Masa-masa galau itu ada pada usia 20-an awal, berjalan selama
dua tahun lamanya (Kalau dipikir ya cukup
lama juga, sih). Masa-masa ini, masa dulunya saya gegalauan gak jelas (dan masih berharap sama seseorang :p) tentang pernikahan. Ditambah, bacaan-bacaan saya
kala itu semuanya berbau pernikahan, mulai dari persiapan memantaskan diri, apa
saja hal yang harus dipersiapkan, fiqih menikah, hak kewajiban suami istri,
kisah seputar suka duka pernikahan, hingga dunia parenting. Makin-makinlah perasaan ingin segera menikah itu
menggebu-gebu dalam diri saya, meski saat itu posisinya juga lagi nggak dekat
dengan siapa-siapa.
Hingga pada akhirnya perasaan "ingin menikah sesegera mungkin" itu memudar seiring berjalannya waktu. Selain memang karena jodohnya belum juga
nampak (dan jadi korban ditinggal rabi mantan *eh), saya berpikir lebih jauh
lagi, dan menarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata, saya belum ingin-ingin amat buat menyegerakan menikah.
Saya merasa.... masih banyak hal yang harus saya selesaikan
dalam diri saya sebelum menikah (meski
sekarang sedang berproses). Ego yang masih tinggi, ketidaksiapan
diri menerima orang baru (karena pengalaman-pengalaman lalu yang cukup membekas),
dan tentunya masih ingin ‘bersenang-senang’ dengan diri sendiri terlebih dahulu.
Terlebih, saya
semakin realistis berpikir bahwa memasuki fase pernikahan adalah sesuatu yang
sakral dan enggak main-main, meski saya mengerti bahwa saya nggak bakal
sendirian buat menjalaninya. Berkaca dari beberapa orang di sekitar saya yang
sudah menikah, belajar banyak dari mereka —mulai dari enak sampai dengan enggak
enaknya--, membuat saya ingin menempeleng orang yang seenak udelnya berkata, “Udahlah,
nikah dulu aja. Penting halal dulu. Masalah yang lain dipikir belakangan.” Hambok pikir roba-rabi koyok ngejak ngopi,
a?
Saya semakin
bersyukur ketika saya masih sedang dalam status InsyaaAllaah-Otw-Halal-Tapi-Gatau-Kapan ini. Justru dengan status ini, membuat saya
semakin memperdalam dan memantapkan diri saya sendiri, apa alasan dan tujuan saya menikah selain membungkam cocotnya tonggo
dan keluarga yang mengujuk-ngujuki untuk segera melangsungkan pernikahan.
Disamping itu, untuk saat ini saya menjadi lebih banyak
fokus terhadap diri saya sendiri, mengenal dan mengeksplorasi diri saya sendiri yang ternyata sungguhlah random
hahaha. Saya semakin produktif buat ngerjain ini itu, mengejar passion, produktif menulis di blog
tentang apapun (terutama pikiran random seperti ini), dan tentunya menjadikan
diri lebih baik setiap harinya.
Saya pun juga semakin fokus untuk mendekatkan diri kepada
Allaah, kepada keluarga--terutama kepada orangtua dan adik-adik--, kepada
teman-teman saya dan orang-orang kesayangan saya. Menjadi seseorang yang bisa
diandalkan oleh mereka, menjadi pendengar yang baik bagi mereka, dan tentunya
menjadi partner yang asyik bagi
mereka.
Pada akhirnya, saya
berada dalam titik dimana kebahagiaan orang lain, tidak harus saya ikuti dengan
pertanyaan-pertanyaan mengenai kebahagiaan saya (menyadur cuitan dari Mas
Edward Suhadi di Twitter). Menghadiri pernikahan teman, tidak lantas galau
terbesit pertanyaan “Aku kapan nyusul kayak gini,
ya?”. Berbahagia dengan hari bahagia mereka. Titik. Tanpa embel-embel membandingkan
kebahagiaan. Ya, demi hati saya yang lebih baik.
Pertanyaan-pertanyaan “Kapan
Kamu Nikah”, “Kapan Nyusul”, “Jodohnya mana”, akan saya jawab secara serius, menutup
postingan random kali ini,
“Saya tidak bisa menjawab kapan tepatnya. Hanya saja, saya sedang
mempersiapkan semuanya, meski belum tahu saya akan berjodoh dengan siapa. Sembari
dia otw menuju kesini, saya memilih untuk fokus bersenang-senang membahagiakan
diri saya terlebih dahulu. Karena saya tahu, Tuhan mengatur semua dengan tepat
dan waktu yang akurat menurutNya. Saya juga berusaha untuk tidak menutup hati
dengan siapapun. Yang penting tetap jaga rasa syukur, ikhlas, legowo dan manut
saja apa takdirNya.”
--------------
Postingan ini mengawali series #CatatanDuaEmpat, sebuah tulisan berseries (insyaaAllaah) ketika memasuki usia dua puluh empat tahun, yang berisi tentang
unek-unek maupun curhatan yang saya alami nantinya selama setahun ke depan. Sebagai
dokumentasi pribadi, pengingat diri, dan jurnal perjalanan saya yang gampang
pelupa ini hahaha.
Sampai jumpa di series #CatatanDuaEmpat selanjutnya!
Love,
Andhira A. Mudzalifa
0 comments
Terima kasih telah meninggalkan komentar di blog ini dengan bahasa yang santun, tidak spam, dan tidak mengandung SARA.
Jangan sungkan untuk meninggalkan komentar di blog ini, ya! Saya senang sekali jika teman-teman meninggalkan komentar di tulisan saya ^_^
Mari menyambung silaturahmi dan berkawan :) (saya anaknya nggak nggigit, kok :D)